Akan tiba harinya, ada roti untuk semua mulut, atap untuk semua kepala dan kegembiraan di setiap hati manusia (Vanzetti)
***
Tidakkah kamu kecewa dengan kondisi hari ini? Dimana orang bisa kalap karena manipulasi informasi. Saat mana orang dengan mudah ditipu berulang kali. Katanya uang bisa disulap hingga ada harta karun yang perlu untuk digali. Tipuan konyol itu ditambah dengan Institusi resmi yang terus-menerus membatasi. Sekolah dan kampus diantaranya. Mendidik kita seperti barisan serdadu: harus rapi, taat pada aturan yang berlaku dan kurikulum yang digonta ganti. Kumpulan aturan itu dibuat tanpa kita ketahui maksudnya dan yang diminta dari kita adalah: PATUHI saja! Cobalah kalau pendidikan hanya menuntut kepatuhan lalu bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh. Einstein saja bilang kebebasan adalah kunci mendapat pengetahuan. BUKAN kepatuhan.
Dibenamkan oleh suasana sosial yang buntu itu kita meraba raba penyebabnya. Kata sebagian ini karena ototerisme yang berlangsung selama 32 tahun. Soeharto yang sudah di alam baka mewariskan keculasanya pada murid-muridnya. Menjelmalah apa yang dulu dikerjakan hanya oleh seseorang kini berlipat ganda menjadi banyak orang. Bupati korupsi, perkosa kekayaan alam dan menurunkan tahtanya pada anaknya sendiri. Meski diatur dalam UU tapi untuk menipu tak butuh banyak cara: suap siapa saja yang pegang kuasa, tipu siapa saja yang gampang ditipu dan tekan siapapun yang tak ada kedaulatan. Hasilnya sungguh membuat kita terpana: kesenjangan sosial dengan angka yang menyedihkan sekali. Mustinya kita marah, kecewa dan kesal.

Tapi agama yang dulu jadi kekuatan pembebas malah berbalik jadi belenggu. Menyuruh kita untuk bersabar pada semua tekanan dan penindasan. Kadang diminta kita melawan bukan pada struktur sosial yang timpang tapi orang yang punya keyakinan berlainan. Kalap kita pada mereka yang punya keyakinan beda, ideologi yang tak sama dengan kesukaan yang bertolak belakang. Kita seperti dituntun oleh tongkat buta dimana yang dibutuhkan hanya rasa percaya saja. Heranya banyak orang dengan mudah percaya pada mereka yang mengatas namakan Yang Maha Kuasa. Disuruhnya kita untuk melakukan ini itu tanpa harus diberi kesempatan untuk mengkritik dan bertanya. Kita jadi dungu tapi itu disebut sebagai kepatuhan dan Iman. Hari ini kita mengalahkan akal untuk tunduk pada kepercayaan yang kadang dipelintir oleh sebagian orang.
Harusnya negara mampu mengendalikan itu semua. Tapi sedari awal negara itu bukan lembaga netral yang bisa melindungi dan menyenangkan semua penduduknya. Saat negara putuskan untuk bangun jalan tol maka yang disingkirkan duluan adalah tanah para petani. Begitu pula waktu negara tetapkan sebuah daerah jadi bandara atau mengijinkan perusahaan untuk memeras sumber daya alam. Keputusan yang beresiko itu dilakukan karena menguntungkan aparatnya. Hitung saja berapa bupati yang ditangkap karena memberi ijin ilegal. Belum lagi disuap oleh para kontraktor yang berhasil memenangkan tender. Ada pula yang secara kurang ajar menilep dana bantuan sosial. Negara diperantarai oleh aparatnya melakukan tindakan yang rakus, tamak dan jahat. Wajar jika kemudian banyak yang tak lagi percaya pada kemampuan, kredibilitas dan integritas penguasa.
Anarkhi muncul dengan ide sederhana dan simpel. Kita tak memerlukan negara karena penindasan bermula dari eksistensinya. Bahkan arti anarkhi sendiri berarti tak ada pemerintahan, tak ada pimpinan. Terang-terangan kaum anarkhi berpedoman: ‘kekuasaan itu korup, dan kekuasaan absolut sepenuhnya korup’. Tesis ini terbukti hari ini: korupsi yang diberitakan terus-terusan membuatnya jadi biasa dan bisa diterima. Coba bayangkan andai kehidupan kenegaraan diatur tidak serumit seperti sekarang ini, aparat yang selalu mengontrol, hukum yang membatasi dan ritual politik yang memakan biaya besar sekali. Semua itu terhapus dengan mudah sekali oleh keputusan hidup berdasar atas komunitas dan kebutuhan sendiri. Terbukti ini bisa dilakukan oleh perangkat media sosial: kita terhubung, bicara dan saling memecahkan persoalan sendiri.
Jadi anarkhi bisa jadi ideologi karena itulah jawaban hari ini. Kebutuhan atas keamanan, perlindungan pada kesehatan dan kemajuan pengetahuan dapat dibereskan dengan cara bersama. Tanpa perlu campur tangan kekuasaan raksasa. Lihat saja cara kita hidup sehari-hari: makan, belanja hingga belajar lebih mudah jika kita atur sendiri ketimbang diatur oleh pihak lain. Kita yang mengetahui apa yang diperlukan dan keinginan seperti apa yang bisa dipenuhi. Kalau ditarik dari segi manfaat ideologi ini menjamu pengetahuan kita untuk tak mudah percaya dengan sistem yang hierarkhi, menolak kita untuk meyakini adanya otoritas dan memberi kita kebebasan untuk berinisiatif, melakukan terobosan dan mengukur batas kemampuan lingkungan yang kita huni. Kita hidup di seputar komunitas tapi anehnya mau saja kita diatur oleh kekuasaan yang berada di luarnya. Hanya karena kekuasaan itu dinamai dengan negara. Jadi maukah kalian jadi seorang anarkho?