UNTUNG DILAN TIDAK MEROKOK !

 

Cintaku padamu, seperti bunyi proklamasi: dilaksanakan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Suatu hari kau bertanya padaku mana yang lebih penting, hidupku atau hidupmu. Aku menjawab hidupku. Kau berjalan pergi tanpa mengerti bahwa kaulah hidupku (Gibran)

 ***

Dilan itu pahlawan. Cintanya nekat dan imaginatif. Ia mencintai dengan cara baru. Kata-katanya seperti sihir. Kuat dan meyentuh. Jika diurut gaya pacaranya seperti prosa: diawali dengan kejutan lalu bergulir dengan penuh rayuan. Pria yang layak jadi maskot. Untuk soal apa saja: cinta, tanggung jawab dan kesetiaan. Cintanya total dan tak masuk akal. Milea bukan lagi gadis SMA. Tapi puteri yang tersesat. Pada lautan kata dan keyakinan buta. Dilan hidup untuknya. Dilan melayaninya. Dilan mengaguminya. Kisah yang sempurna dan penuh drama. Tidak sedih tapi mengharukan. Tak mengejutkan tapi membuat penasaran. Untungnya Dilan tak merokok.

Cobalah buat adegan Dilan merokok. Pasti ia bilang: cintaku pada asap seperti rinduku pada parasmu. Kurasa ini jadi mirip iklan pabrik rokok. Seandainya Dilan merokok pasti motornya akan terus diperbaiki. Serupa dengan iklan rokok yang memuat pria-pria muda yang tak jelas apa kegiatanya dan tiba-tiba gembira hanya karena menemukan onderdil (maaf ini adegan yang bisa buat Enstein bunuh diri). Milea pun akan serupa dengan iklan rokok yang lain: menunggu Dilan tanpa penasaran kemudian jalan bersama Dilan seperti pasangan berhala. Dilan tak bisa merayu, karena rokok memang bukan ladang romantis. Tak bisa kita berbuat banyak dengan rokok kecuali diisap. Sebuah adegan yang agak jorok dan tidak memikat.

Maka Dilan tak merokok. Tahu kalau cinta tak bersandar pada asap. Mengerti jika jatuh cinta tak perlu diinspirasi oleh rokok. Mulut yang tak dinodai asap itupun menumbuhkan kata yang menjelma jadi bunga. Bukan hanya merayu ia berdendang. Katamu cinta itu tak hanya rindu. Bilang rindu itu berat. Biarlah itu dibebankan padaku. Bisa bayangkan jika Dilan kekasihmu. Kamu bukan hanya ratu. Tapi kamu satu-satunya cinta. Seorang penyair berkata: aku tak tahu apakah pesonanya yang memikat, atau mungkin akalku yang tidak lagi di tempat. Itulah cinta yang tak harus dimabuk oleh petualangan menggelikan. Saksikan saja iklan rokok dimana para pejantan yang terbang kesana kemari untuk menunjukkan dirinya spesies yang unggul. Dilan tak butuh itu.

Itu sebabnya Dilan tak merokok. Cinta itu tak harus diolah dari asap. Ia mengatakan apa yang jadi kerinduan purba. Tentang perhatian. Soal pengorbanan. Bersangkut pada keyakinan. Kalau cinta itu seperti bait puisi: cinta bukan karena keindahan dan yang tampak di mata, tetapi karena yang menyatukan hati dan jiwa. Bagi Dilan cinta itu bukan mendaki tapi menghayati. Sejalan dengan para penyair abad lampau: kau lihat ada getaran halus di badanya/ seakan kau memberinya apa yang diminta. Tanpa berbalas cintanya membuat hati kita jadi tersipu dan tersesat. Cintanya bersemi dengan cara apa saja, tak peduli keadaan, tak peduli cuaca, tak peduli jalanan dan tak peduli keyakinan. Dilan mencintai seperti orang bunuh diri: nekat, brutal tapi menginspirasi.

Karena Dilan tak merokok. Ia anak muda macam Lupus. Tumbuh pada zaman serupa. Penyuka permen karet. Punya pacar bernama Poppy: riang, cuek tapi perhatian. Lupus punya segudang tawa. Dilan punya seperangkat kata. Dialirkan oleh semangat untuk berkorban mereka anak muda masa kini. Tidak mau takluk oleh iklan: muda merokok lalu kreatif. Muda merokok untuk bela petani. Yang merokok pasti kaya ilham. Dilan atau Lupus tolak propaganda konyol itu. Soal cinta itu tak digantung pada asap. Cinta butuh hati yang risau. Nietzsche berkata: orang harus tetap punya kerisauan agar dapat melahirkan sebuah bintang yang menari-nari. Dilan risau pada Milea. Lupus gelisah dengan Poppy. Itulah anak muda yang terbakar oleh rindu. Gibran saja bilang: usia kita yang amat muda itu yang membuat kita meragukan hidup. Keraguan dasar untuk cinta dan mencintai.

Baiklah, Dilan memang tak merokok dan kamu? Kamu musti punya cinta yang bisa membuatmu terpesona. Waktunya kamu tak lagi percaya oleh omong kosong dan iklan: Dilan mencintai dan hanya itu modalnya. Cinta itu bukan potongan kue apalagi batangan rokok. Ia tak bisa diisap apalagi dibenar-benarkan. Cinta itu menghargai. Cinta itu memabukkan. Cinta itu membebaskan. Cinta itu anggapanmu tentang dirimu. Ibn Arabi kuajak untuk akhiri ini semua: Bagaimana kau menganggap dirimu sendiri sekadar planet kecil. Padahal di dalam dirimu tertawan seluruh alam semesta? Dilan, terimakasih, kamu romantis dan tak ngrokok!

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top