Tuhu Hermawan – [Pegiat Social Movement Institute]
***
Senja perlahan menampakkan dirinya di ufuk barat, sinarnya yang merah kekuningan menambah elok suasana sore itu. Semilir angin yang sejuk laksana berada di Kerajaan Alengka Diradja yang asri.
Tak seperti biasanya, sore itu kantor Polsek Wirowijayan nampak riuh ramai. Nampak berlalu lalang keluar masuk polisi berpakaian lengkap plus dengan bedil dan pentungan. Beberapa polisi tengah sibuk menurunkan berbagai macam barang untuk dipindahkan ke dalam gudang.
Dari arah utara terdengan deru mobil melaju dengan kecepatan sedang. Mobil polisi itu macam kayak Badak saja, bodinya besar, tinggi dan lumayan panjang.
Mobil itu dapat julukan public enemy number one bagi pengendara di jalan.
Bagaimana tidak jadi musuh, lha mobil itu kalau lewat hampir memenuhi seluruh jalan. Yang membuat jengkel, suaranya itu macam Patih Kumbokarno lagi tidur ngorok.
Ngreeeeekkk roookkkkk ngreeeeekkk rooookkkkk ngreeee roooookkkkk
Mobil Badak itu berhenti tepat dipintu gerbang Polsek dan mengeluarkan suara mencicit yang membuat gendang telinga tertusuk-tusuk.
Dari arah pintu Kantor Polsek, keluarlah seorang laki-laki berperawakan tinggi dan berkumis macam Charlie Chaplin. Sambil tersenyum cengar-cengir, ia berjalan tergopoh-gopoh mendekati mobil polisi yang baru berhenti.
Clingak-clinguk melihat sekumpulan polisi yang tengah sibuk membereskan peralatannya. Sesekali polisi-polisi yang berpapasan dengannya, menyapa dan memberi hormat.
“sore komandan Gebol”
Dengan penuh wibawa ia menjawab dengan nada malas dan sedikit anggukan kepala. Tiba-tiba ia berteriak memanggil-manggil seseorang.
“Pradewo, Pradewo, “ teriak Koman Gebol memanggil anak buahnya.
Sialnya orang yang ia inginkan nongol tak kunjung terlihat batang pisangnya, eh maksudnya batang hidungnya.
Ia pun nampak kesal. Sekali lagi ia mencoba memanggil Pradewo.
“Wooooiiiii, Pradewo mana? Ngilang atau sudah mati ?” teriak Komandan Gebol lebih kencang.
Polisi yang sedari tadi lalu lalang terdiam sejenak. Mendengarkan teriakan komandan Gebol wajah mereka memucat seketika. Ada polisi yang sedang mengunyah makanan, terkaget kaget hingga makananya jatuh tersungkur ditanah.
Lalu seorang polisi menghampirinya dengan tubuh gemetar.
“taddd…iiiiii….saayyya…lihatt….diiiaaa…lariii….ke…kaammar….mandddii kooomaaannndan.” terang piloisi itu dengan bibir gemetar macam agar-gar.
“cepat kau panggilakan itu orang kesini, cepattttt,” teriak Komandan Gebol dengan tatapan mata yang tajam memburu.
Polisi itupun pontang-panting berlari masuk ke kamar mandi yang terletak disisi barat Polsek.
Tak berapa lama kemudian, seorang polisi bertubuh rata-rata dengan perut buncit macam Semar lagi berjemur di Parang Tritis, berlari dengan nafas tersengal-sengal.
Dihadapan Komandan Gebol nampak sekali wajahnya pucat pasi macam lihat sundel bolong. Susah payah ia mengatur nafasnya agar tidak keteteran berbincang dengan komandannya.
“maaf komandan, tadi saya buru-buru ke wc, mules kali perutku” terang Pradewo, mencoba memberikan alibi yang sejujurnya.
“saya tidak tanya perut buncitmu yang mules itu, aku mau laporanmu hari ini di Desa Pringgomartani.” ucap Komandan Gebol, dengan nada ngece.
“oh iya komandan, kami sudah mengamankan desa itu dari warga-warga yang menolak penggusuran.”
“selain warga yang menolak, ada siapa saja yang ikut menolak?”
“ada 57 aktivis mahasiswa ikut menolak, mereka sejak malam sudah bersama warga yang menolak,”
“terus gimana? Jadi kalian gebuki yang mbalelo tidak mau dipindahkan?”
“terpaksa kami pukuli mereka komandan,”
“lho kok terpaksa, memang harus digebuki mereka, orang-orang macam mereka itu orang kolot yang tidak maju-maju, daerahnya mau dibuatkan Pabrik Semen kok malah ditolak, bodoh sekali mereka. Terus apa lagi laporannya?”
“untuk sementara di Desa Pringgomartani sudah kita amankan komandan, seperti perintah komandan, malam ini kita mengerahkan pasukan kita untuk mengamankan dari warga dan mahasiwa yang menolak.”
“mantapppp, tolong jaga ketat desa itu, besok pagi para pimpinan PT SEMEN PANCEN MAKMUR akan mengunjungi lokasi, mereka membawa para ahli untuk melakukan penelitian tahap ke 3. jadi pastikan semuanya aman terkendali, ngerti?”
terang Komandan Gebol memberi arahan. Ada kilatan senyum terlihat di wajahnya.
“ngerti komandan”
kalau tugas ini berjalan sukses, bulan depan aku akan naik pangkat, haha.sesumbarnya dalam hati.
“ya sudah kau boleh melanjutkan aktifitasmu tadi,”
“baik, komandan, saya undur diri.” ucap Pradewo, ia kembali berlari ke WC, hajatnya yang tertunda mau ia selesaikan.
Baru saja Pradewo berlalu, seorang polisi muda berjalan cepat ke arah Komandan Gebol. Sebelum menyampaikan maksud dan tujuannya, ia terlebih dahulu memberi hormat.
“ada laporan apa lagi Dimas?” tanya Komandan Gebol malas.
“baru saja saya mendapat perintah dari Komandan Tedjo Kesuma, untuk disampaikan ke anda Komandan,”
Mendengar Komandan Tedjo Kesuma, wajahnya berubah serius. Dalam hatinya harap-harap cemas, semoga ada dapat kabar baik dari atasanya itu.
“ohhhh, apa perintahnya?”
“Besok pagi pasukan komandan diminta mengawal Tim Ahli dari PT SEMEN PANCEN MAKMUR ke daerah baru,”
“daerah baru? PT SEMEN mau membuka daerah baru lagi?”
“iya komandan, info dari komandan Tedjo kesuma, PT SEMEN membutuhkan lahan untuk Unit Produksi lagi, yang nantinya kawasan tersebut jadi daerah operasi kedua, setelah di Desa Pringgomartani.”
“Siappp kalau begitu, nanti pasukan akan saya pecah untuk mengamankannya, “ seru Komandan Gebol bersemangat. Perintah yang ditujukan padanya menjadi sebuah kehormatan.
“oiya, ngomong-ngomong dimana daerah baru itu?”
“di Desa Cokromanik, Komandan,”
Mendengar Desa Cokromanik, komandan Gebol tersentak kaget. Merasa ragu dengan apa yang ia dengar, ia mencaoba bertanya memastikan.
“desa Cokromanik?”
“benar komanda, Desa Cokromanik, perintah dari komandan Tedjo Kesuma seperti itu,”
Sekujur tubuh komandan Gebol langsung lemas lunglai, wajahnya mendadak pucat pasi, macam habis dicium wewegombel. Bibirnya gemetaran, matanya sayu.
Melihat komandan Gebol nampak pucat pasi, Dimas nampak heran. Ia mencoba memastikan semuanya baik-baik saja.
“ada apa komandan? Semuanya baik-baik saja kan? Saya harap besok bisa berjalan lancar sesuai perintah komandan Tedjo Kesuma.”
Dengan mata nanar ia menatap Dimas.
“Lancar ndasmu njepat,” bentak Komandan Gebol dengan suara keras tak tertahan.
Dimas terperanjat kaget melihat Komandan Gebol mendadak marah. Ia plonga plongo keheranan merlihat Komandan Gebol ngamuk-ngamuk tak jelas. Padahal tadi nampak gembira, lha kok sekarang marah-marah gak jelas.
“tahu ga kau? Desa Cokromanik itu?”
“iiyyaa tahuu, Komandan, emangnya kenapa dengan desa itu? Miliknya Nyiloro Kidul?”
“Nyiloro kidul mbahmu disko kui. Rumahku, rumah mertuaku, rumah simbokku ada disana semua, tauuu” seru Komandan Gebol semakin naik pitam.
Suaranya yang semakin meninggi membuat polisi-polisi disekitarnya kebingungan.
“waduhhhh, terus giana komandan? Ini perintah dari Komandan Tedjo Kesumu,”
“Asuuuuuu, weduuuuus, kok sekarang aku yang malah kena gusur, pie iki gustiiii,” jerit Komandan Gebol. Semakin lama-semakin menjadi jadi jeritannya.
Anak buahnya kebingungan mau bertindak apa. Dibiarkannya Komandan Gebol marah-marah sendirian.
Komandan Gembol, mondar mandir macam orang gila, sambil misuh-misuh.
“asuuu, wedussss, kirekkkk”
Dimas yang sedari tadi berdiri tak jauh dari komandan Gebol yang menggila, berkata lirih penuh emosi.
“Dasar Komandan Kopyor”
Sore diam-diam mulai menggelap, angin sore masih saja berputar-putar disekitar kantor Polsek Wirawijayan. Lampu-lampu mulai menyala benderang.
Dibawah tiang lampu yang terletak di pagar Polsek Wirawijayan, komandan Gebol duduk melamun menatap motor yang lalu-lalang.
Bersambung …