Zaman Otoriter: Corona, Oligarki dan Orang Miskin

Rabu, 13 Januari 2021, Social Movement Institute bekerja sama dengan UMY Press menggelar diskusi dan bedah buku yang berjudul “Zaman Otoriter: Corona, Oligarkhi, dan Orang Miskin”. Bedah buku yang digelar daring via Zoom ini menghadirkan Eko Prasetyo selaku penulis, Asfinawati sebagai Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Ahmad Arif sebagai inisiator LaporCovid19.

Di awal diskusi, Eko Prasetyo menyampaikan bahwa buku ini membahas tiga hal. Pertama, tentang pandemi covid-19 atau corona, bagaimana dampaknya dan seperti apa respon negara. Kedua, oligarki, lapisan sosial yang selalu harus terus dikritik. Dan ketiga, tentang orang miskin, yang sejak 10 tahun lebih mulai ditulis. Mulai dari “Orang Miskin Dilarang Sakit”, dan “Orang Miskin Dilarang Sekolah”. Orang miskin tidak diberi subsidi penuh oleh negara.

Eko melihat corona ini virus baru yang tidak mudah ditangani. Ditambah New Orba dengan ciri-ciri meluasnya kekerasan dan aktifnya pendekatan represif, pembatasan kebebasan menyatakan pendapat, naiknya isu SARA dan partai politik yang makin personal orientasi ekonomi kapitalistik dan eksploitatif. Selain itu, menurutnya zaman ini makin otoriter disebabkan oleh meluasnya pendekatan sekuriti serta pembubaran ormas yang dianggap bermasalah. Semua ini mengancam proses demokrasi saat ini.

Lebih lanjut, menurutnya reformasi tahun 98 tidak mampu memutus mata rantai sistem dan aktor, pandemi lalu menjadi peluang untuk memperkuat dan krisis ekonomi yang mengancam. Praktik politik juga ditanyakan kembali oleh Eko, yang nyata bahwa struktur Orba masih bertahan hingga kini. “Kita butuh politik alternatif”, ungkapnya.

Asfinawati juga melihat Orba masih begitu nyawa di pemerintahan Jokowi saat ini, dan laporan tahunan YLBHI selalu diangkat. Menurutnya, YLBHI yang selama ini ada merasa gagal dalam mengawal proses demokrasi. “Dari buku Zaman Otoriter ini, mas Eko membawa kita menelusuri struktur peristiwa”, imbuhnya.

Dia melihat bahwa pandemi ini meliki tiga peran sekaligus. Pertama, menambah parah yang sudah parah, misalnya kemiskinan. Kedua, menunjukkan keparahan yang ada. Ketiga, membuat parah yang belum parah. Negara sejak awal terlambat dalam menangani pandemi ini. Dibuktikan dengan kosongnya panduan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Selain itu, Direktur YLBHI itu melihat penurunan indeks demokrasi Indonesia, mengutip The Economist Intelligence Unit, “kalau tidak jalan di tempat, angkanya turun. Meskipun kita sudah jauh dari rezim Orba, sebenarnya Orba tidak pernah benar-benar hilang, ia muncul dalam bentuk baru dan muncul dalam bentuk yang makin ganas—seperti virus corona ini yang notabene bukan virus baru, namun adalah kelanjutan virus-virus yang ada sebelumnya”, tutupnya.

Ahmad Arif selaku inisiator LaporCovid19 juga mencatat bahwa buku Zaman Otoriter ini membuka borok persolan. Memperlihatkan wajah asli kekuasaan. Mengungkap elemen yang sebenarnya tidak mengalami perubahan. Akar persoalan tidak berubah. “Bedanya hanya memakai bedak saja”, tambahnya.

“Negara gagal menangai pandemi ini, akhirnya memunculkan piramida pengorbanan”, ucap wartawan Kompas itu. Selanjutnya, menurutnya itikad di awal untuk merespon pandemi ini tidak mengutamakan keselamatan masyarakat. Tanggungjawab negara tidak dilakukan dengan baik. Terjadi ketimpangan hingga akhirnya penanganannya menjadi makin sulit. Negara awalnya denial. Negara tidak serius untuk mementingkan keselamatan masyarakat, malah mementingkan ekonomi. “Ekonomi siapa”, tanyanya.

Arif melihat dari sikap denial pemerintah adalah bentuk kegagalan pertama, namun terus terjadi pengulangan kesalahan. Misalnya ciutan-ciutan Presiden Jokowi yang terkesan ingin menenangkan masyarakat malah membuat masyarakat lepas kendali dan makin menganggap virus ini justru bukan ancaman. Selain itu, Arif menilai pemerintah tidak konsisten dalam banyak kebijakannya, satu sisi pembatasan, satu sisi pelonggaran.

Di samping itu, Arif menambahkan bahwa pemerintah justru tidak mengendalikan wabah, tapi mengendalikan data. Ada misinformasi dengan bermain-main dengan data statistik. Hingga akhirnya memunculkan kategori hoaks bias kepentingan, poliitisasi covid-19 yang mengakibatkan kesalahan data dan terjadi bias propaganda. Belum lagi pemerintah yang cenderung menampilkan citra kesuksesan menangani pandemi.

Arif beranggapan bahwa negara gagal mengelola pandemi, jika ini terus terjadi, masyarakat akan bersaing (survival of fittest) di sistem yang tidak adil ini. “Ekonomi rakyat tidak bisa dinaikkan jika kesehatan tidak ditangani”, pungkaslnya. [ASM]


Berikut Power Point diskusi dan bedah buku Zaman Otoriter http://bit.ly/Pptzamanotoriter dan bagi anda yang tertinggal dengan diskusinya dapat menyaksikan via Youtube https://youtu.be/1H2Mx-zqvAE

Komentar ditutup.

Scroll to Top